“Api” dari Giri Wening

Tempat ziarah dan doa umat Katolik Gua Maria Giri Wening  “Wahyu Ibu-Ku” itu kini semakin menjadi pusat perhatian. Berlokasi di RT 02/RW 04 Dusun Sengon Kerep, Desa Sampang, Kecamatan Gedangsari membawa keheningan.


Di Gua Maria pengunjung dapat menyaksikan pano-rama alam yang unik. Tebing besar, batu-batu alam bermotif hitam melengkapi keheningan bagi umat Katolik yang berdoa disana. Tempat ziarah di pucuk bukit itu terletak di atas tanah seluas 2.088 meter persegi. Pemilik tanah adalah ibu Gito Suwarno. Almarhum Gito adalah salah satu umat Katolik pertama di Sengon Kerep yang memiliki enam putra, dua di antara me-reka menjadi bruder dan frater.
Menurut cerita, warga kerap bermeditasi di lokasi itu dan mendapat inspirasi religius. Hal itu lalu dibicarakan dengan pastor Paroki Wedi, Klaten, Jawa Tengah. Sejumlah orang sepakat mendirikan tempat ziarah dan doa disana. Kemudian ada penggalangan dana untuk membeli patung besar.
Keberadaan Gua Maria juga dinilai potensial menggairahkan perekonomian Dusun Sengonkerep. Pembangunan dikerjakan mulai 2010. Disana sebenarnya sudah ada kapel. Panitia pembangunan lalu beranggapan Gua Maria itu merupakan fasilitas tambahan untuk berdoa bagi kapel itu.
Pembangunan sempat berjalan meski kemudian berhenti sejak Februari 2012. Panitia sudah berusaha melengkapi berkas-berkas permohonan IMB itu. Gua Maria ini jauh dari balai desa apalagi pusat Paroki. Menurut Sumarno, Gua Maria didirikan untuk kepentingan doa dan tidak bisa dibatasi asal pengunjungnya. “Tapi tujuan pertama untuk kepentingan warga Sengon Kerep,” kata Sumarno.
Ketua Panitia Pembangunan, Sunardi, berharap kerukunan dan persatuan dalam masyarakat yang majemuk dapat tercipta. “Bhinneka Tunggal Ika itu adalah sesuatu yang sangat indah,” kata Sunardi melalui surat yang juga ditandatangani oleh pastor Paroki Wedi, Rm. YB. Triantoro.
Salah seorang warga Sengonkerep yang ditemui Harian Jogja beberapa waktu lalu tidak tahu kalau Gua Maria ini sedang dibicarakan banyak orang. “Enggak apa-apa ada Gua Maria, malah Sengon Kerep jadi ramai,” katanya. Di sisi lain, ada kelompok yang menolak pembangunan Gua Maria dengan alasan belum ada izin dan kurang proporsional dengan keberadaan tempat ibadah lain karena sudah ada kapel di Sengon Kerep.
Taman Maria tersebut menempel pada bongkahan batu yang membujur sepanjang 4 km, yang biasa disebut Watu Gedhek  terletak di Dukuh Sengon Kerep, Kel. Sampang, Kec. Gedangsari, Gunung Kidul, DIY,  pada pegunungan Seribu antara Kabupaten Klaten dan Gunung Kidul. Taman Maria tersebut berada dalam reksa pastoral paroki Wedi, Klaten.
Pecahan Wilayah Mawen, dirintis awal oleh almarhum Mbak Kirno dan Mbah Harjo, keduanya katekis dari Wilayah Mawen tahun 1970-an, Sengon Kerep akhir-nya menyandang predikat sebagai wilayah mandiri. Kini, di Wilayah Sengon Kerep ada setidaknya 32 KK sekitar 120-an orang umat Katolik.
Kapel sederhana Sengon Kerep sudah berdiri sejak tahun 1970-an. Yang kini tengah dibangun berupa areal Taman Maria Giri Wening itu bukan termasuk kategori “gereja” atau “tempat ibadat”.
Taman doa, kata sumber Sesawi.Net, di Paroki Wedi,  yang ada hanyalah semacam taman asri dengan ornamen-ornamen ukiran pada batu yang menggambarkan Bunda Maria menggendong bayi Yesus. “Jadi, fungsi utamanya lebih sebagai perangkat pendukung suasana orang berdoa, karena kapel sudah berdiri sejak lama,” tuturnya.
Mayoritas penduduk sekitar bermata pencaharian sebagai buruh tani, tukang. Dulu, ketika masih banyak kayu bakar di hamparan perbukitan Pegunungan Seribu di Gunung Kidul tak jauh dari Gunung Jambu, penduduk lokal sekitar Sengon Kerep seperti Teluk, Sampang dan lainnya suka membawa bongkahan kayu-kayu bakar untuk  kemudian dipasarkan di sepanjang jalan utama antara Kecamatan Wedi dan Pasar Wedi.
Menuju Sengon Kerep, jalan paling nyaman dan enak menuju Sengon Kerep adalah dari Pertigaan Bendo Gantungan, Klaten. Kalau dari arah Timur (Solo), maka Bendo Gantungan terletak kurang lebih 300 meter selepas RSUD Soeradji Tirtonegoro atau lebih populer disebut RS. Tegalyoso Klaten  (posisi di kanan jalan).  Kalau dari arah Barat (Yogya, Prambanan), maka Pertigaan Bendo Gantungan terletak kurang lebih 5 km setelah Pabrik Gula Gondang Winangun (posisi di kiri jalan).
Pertigaan Bendo Gantungan itu sendiri dulunya dikenal sebagai stansplat (terminal) bus, meski jejaknya kian pudar karena kini terminal kecil bus ini lebih banyak diisi dokar dan becak. Namun, awak-awak bus antar kota dan dalam kota masih mengakrabi Bendo Gantungan sebagai terminal bus ukuran mini.
Dari Pertigaan Bendo Gantungan, ambil jurusan arah ke Kecamatan Wedi. Kalau dari arah Timur, berarti belok ke kiri. Sementara dari arah Barat, ambil belokan ke arah kanan. Ikuti lurus jalan kabupaten yang merupakan akses utama dari Klaten menuju Wedi ini. Abaikan pertigaan besar yang bercabang dua, kalau ke kiri arah Depo –pusat latihan tempur Rindam Kodam Diponegoro. Sementara ke kanan adalah jalan yang benar menuju arah Kecamatan Wedi.
Nanti akan melewati RS. Jiwa Koloni (posisi di kiri jalan) dan sebentar kemudian akan memasuki kota kecil Kecamatan Wedi.
Selepas jembatan besar Kali Wedi, maka kita akan menuju “pusat kota” Wedi yakni Tugu, Kecamatan Wedi, Pasar Wedi dan akhirnya kompleks panjang PTP Perkebunan Tembakau – dulu bernama PPN. Gereja Wedi ada di ujung jalan masuk ke arah kanan selepas Pasar Wedi dan berseberangan dengan SD Kanisius II Susteran dan Kompleks Susteran Abdi Kristus Wedi.
Akses menuju Sengon Kerep menempuh jalur lurus arah Canan – Pesu – Mawen – Teluk – Jogoprayan, hingga akhirnya sampailah ke Gunung Tumpang, Kelurahan Sampang. Masih perlu sedikitnya 2.5 km lagi menaiki jalan menanjak  untuk sampai ke Sengon Kerep.
Secara administratif pemerintahan, Sengon Kerep masuk wilayah Kelurahan Sampang, Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunung Kidul, DIY. Namun secara reksa pastoral gerejani, Wilayah Sengon Kerep masuk masuk wilayah Paroki Wedi. Nah, Paroki Wedi itu sendiri termasuk wilayah administratif Kabupaten Klaten.
Darimana munculnya sejarah hingga Taman Maria Giri Wening di Wilayah Gerejani Sengon Kerep di Paroki Wedi itu berasal?
Awal mulanya adalah keluarga orangtua Bruder Y. Yuwono SCJ yang ingin membagi warisan kepada anak-anaknya. Nah, kebetulan sekali kedua anak pasangan Katolik ini sama-sama anggota Kongregasi SCJ yakni Bruder Y. Yuwono SCJ sendiri dan adiknya yang waktu itu masih berstatus sebagai frater skolastik SCJ.
Singkat cerita, Bruder Y. Yuwono juga mendapat bagian tanah warisan peninggalan orangtuanya. Namun karena menjadi seorang rohaniwan SCJ, Bruder Yuwono tak mungkin mengurusi warisan tanah peninggalan orangtuanya itu. Begitu pula Kongregasi SCJ juga tak mampu mengurusi hal-hal seperti itu.
Akhirnya, muncullah gagasan akan dibuat semacam taman berdoa. Diberi nama “Taman Maria” lantaran di taman ini berdiri patung Bunda Maria.
Donatur gayung pun bersambut. Seorang donatur dari Solo merespon baik gagasan tersebut dan berminat mendukung  dalam pembiayaan prasarana tempat berdoa ini. Ternyata sambutan masyarakat setempat juga tak kalah ‘heboh’nya. Intinya, mereka senang  bisa mewujudkan taman berdoa, termasuk pembuatan patung Hati Kudus Yesus yang idenya baru muncul belakangan.
Respon masyarakat setempat menjadi nyata, ketika mereka komit sumbang tenaga membangun taman berdoa ini. Harapan bahwa taman berdoa ini akan ramai dikunjungi para peziarah makin besar, apalagi tak jarang peziarah luar kota yang mendatangi Sendang Sri-ningsih di Jali juga tak mau melewatkan berdoa di taman berdoa relatif baru ini.
Masyarakat setempat yang non kristiani juga mendapatkan ‘berkat’ berlimpah karena bisa berjualan atau jasa mengantar tamu.
St. Antoro, Frans Erbe, Christian AW

By esteantoro

Tinggalkan komentar